Kamis, 15 November 2012

Manajemen Konflik

BAB I
PENDAHULUAN


Organisasi sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling berkaitan atau saling tergantung (inter dependence) satu sama lain dan dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974). Sub-subsistem yang saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values subsystem), teknikal (technical subsystem), manajerial (managerialsubsystem), psikososial (psychosocial subsystem), dan subsistem struktur (structural subsystem). Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi kedalam suasana konflik.

Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Namun, sabagaimana dikatakan oleh Gibson, et al. (1997:437), selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
  • Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
  • Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
  • Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
  • Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
  • Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.

Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.

2.2  Teori-teori Konflik
 Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah :
a. Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran : meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.

b. Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran : mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.

c. Teori negosiasi prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran : membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

d. Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran : melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.

e. Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran : menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
 
f. Teori transformasi konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran : mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

2.3  Pengertian Konflik
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negative. Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai “bernuansa konflik” ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, “oposisi” (lawan), “kelangkaan”, dan “blokade”.

Di asumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi “konflik”. Bila kita mempersempit lingkungan organisasi maka dua orang pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan Chistina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: “sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi”. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses.

Bentuk Manifestasi Konflik
Konflik yang terjadi dalam masyarakat ata dalam sebuah organisasi dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk atau cara :
a. Perselisihan (Dispute) : bagi kebanyakan orang awam, kata konflik biasanya diasosiasikan dengan “dispute” yaitu “perselisihan” tetapi, dalam konteks ilmu perilaku organisasi, “perselisihan” sebenarnya sudah merupakan salah satu dari banyak bentuk produk dari konflik.Dispute atau perselisihan adalah salah satu produk konflik yang paling mudah terlihat dan dapat berbentuk protes (grievances), tindakan indispliner, keluhan (complaints), unjuk rasa ramai-ramai , tindakan pemaksaan (pemblokiran, penyanderaan, dsb.), tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau pemogokan baik antara fihak internal organisasi ataupun dengan fihak luar adalah tanda-tanda konflik yang tidak terselesaikan.

b. Kompetisi (persaingan) yang tidak sehat. Persaingan sebenarnya tidak sama dengan konflik. Persaingan seperti misalnya dalam pertandingan atletik mengikuti aturan main yang jelas dan ketat. Semua pihak yang bersaing berusaha memperoleh apa yang diinginkan tanpa di jegal oleh pihak lain. Adanya persaingan yang sangat keras dengan wasit yang tegas dan adil, yang dapat menjurus kepada perilaku dan tindakan yang bersifat menjegal yang lain.

c. Sabotase adalah salah satu bentuk produk konflik yang tidak dapat diduga sebelumnya. Sabotase seringkali digunakan dalam permainan politik dalam internal organisasi atau dengan pihak eksternal yang dapat menjebak pihak lain. Misalnya saja satu pihak mengatakan tidak apa-ap, tidak mengeluh, tetapi tiba-tiba mengajukan tuntutan ganti rugi miliaran rupiah melalui pengadilan.

d. Insfisiensi/Produktivitas Yang Rendah. Apa yang terjadi adalah salah satu fihak (biasanya fihak pekerja) dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan produktivitas dengan cara memperlambat kerja (slow-down), mengurangi output, melambatkan pengiriman, dll. Ini adalah salah satu dari bentuk konflik yang tersembunyi (hidden conflic) dimana salah satu fihak menunjukan sikapnya secara tidak terbuka.

e. Penurunan Moril (Low Morale). Penurunan moril dicerminkan dalam menurunnya gairah kerja, meningkatnya tingkat kemangkiran, sakit, penurunan moril adalah juga merupakan salah satu dari produk konflik tersembunyi dalam situasi ini salah satu fihak, biasanya pekerja, merasa takut untuk secara terang-terangan untuk memprotes fihak lain sehingga elakukan tindakan-tindakan tersembunyi pula.

f. Menahan/Menyembunyikan Informasi. Dalam banyak organisasi informasi adalah salah satu sumberdaya yang sangat penting dan identik dengan kekuasaan (power). Dengan demikian maka penahanan/penyembunyian informasi adalah identik dengan kemampuan mengendalikan kekuasaan tersebut. tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya konflik tersembunyi dan ketidak percayaan (distrust).

Manajemen Konflik Yang Efektif
Manajemen konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu (intergrated) menyeluruh untuk menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan konflik, menetapkan cara-cara mencegahnya program-program dan tindakan sebagai tersebut maka dapat ditekankan empat hal :
a. Manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem nilai/kultur organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan terkait erat dengan ketiga hal tersebut.
b. Manajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha pencegahan. Bila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusi-solusi untuk setiap konflik yang muncul, maka usaha itu adalah usaha penanganan konflik, bukan manajemen konflik.
c. Sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan mengingat semua jajaran dalam organisasi. Adalah sia-sia bila sistem manajemen konflik yang diterapkan hanya untuk bidang Sumberdaya Manusia saja misalnya.
d. Semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen konflik juga akan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan. Dengan demikian maka semua program akan mencakup edukasi, pelatihan dan program sosialisasi lainnya.

2.4  Pandangan Mengenai Konflik
 Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi yang terbaik. Pandangan itu adalah sebagai berikut :
a. Pandangan Tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
b. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi.
c. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.

2.5  Penyebab Konflik
 Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik, yaitu :
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikas
b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f.  Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i.  Pelecehan pribadi dan kedudukan
j.  Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya.

Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya (shared resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities).

Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Dari sini kemudian Robbins menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan konflik psikologis.
Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu :
a. Saling ketergantungan pekerjaan
b. Ketergantungan pekerjaan satu arah
c. Diferensiasi horizontal yang tinggi
d. Formalisasi yang rendah
e. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
f.  Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
g. Pengambilan keputusan partisipatif
h. Keanekaragaman anggota
i.  Ketidaksesuaian status
j.  Ketidakpuasan peran
k. Distorsi komunikasi

2.6  Macam-macam Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, salah satunya dari segi pihak yang terlibat dalam konflik. Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Konflik individu dengan individu
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara individu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
2. Konflik individu dengan kelompok
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kelompok pimpinan.
3.  Konflik kelompok dengan kelompok
Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.

2.7  Peranan Konflik Dalam Organisasi
Secara tradisional, pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan sebagai berikut :
1.  Konflik menurut definisinya dapat dihindarkan
2.  Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau, dan primadona.
3. Bentuk-bentuk wewenang legalistic seperti ‘berjalan melalui saluran-saluran‘ atau ‘berpegang pada aturan‘.
Dan hasilnya berupa serangkaian anggapan baru tentang konflik yang hampir persis berlawanan dengan anggapan-anggapan tradisional :
1. konflik tidak dapat dihindarkan 
2. konflik ditentukan oleh factor-faktor struktural seperti bentuk fisik suatu bangunan, desain struktur karier, atau sifat sistem kelas.
3. Konflik adalah bagian integral sifat perubahan.
4. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat.
5. Tingkat konflik minimal adalah optimis.
Atas dasar anggapan-anggapan diatas, manajemen konflik organisasional telah menggunakan suatu pendekatan baru.pendekatan yang cukup representative adalah tiga strategi dasar untuk mengurangi konflik organisasional yang dikemukan literer yaitu :
1. Penyangga atau penengah dapat diletakkan diantara pihak-pihak yang sedang berkonflik.
2. Membantu pihak-pihak yang sedang konflik untuk menggembangan pandangan yang lebih baik tentang diri mereka dan cara mereka yang saling mempengaruhi. 
3. Merancang kembali struktur organisasi agar konflik berkurang.

2.8  Penerapan Manajemen Konflik Dalam Organisasi
Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat.

Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu :
a. Merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah :
• minta bantuan orang luar
• menyimpang dari peraturan (going against the book)
• menata kembali struktur organisasi
• menggalakkan kompetisi
• memilih manajer yang cocok
b. Meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-produktif
c. Menyelesaikan konflik. metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah :
• dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara terbanyak.
• Kompromi
• pemecahan masalah secara menyeluruh.

Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
a. Pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian
b. Keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional
c. Belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain
d. Mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama
e. Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
f. Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan
g. Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian
h. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
i. Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu
j. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat konflik.

Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang, yaitu dengan cara tidak menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara :
a. bersaing
b. kolaborasi
c. mengelak
d. akomodatif
e. kompromi

Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini melakukan tindakan yang sifatnya preventif, yaitu dengan cara :
a. menghindari konflik
b. mengaburkan konflik
c. mengatasi konflik dengan cara :
1. dengan kekuatan (win lose solution)
2. dengan perundingan.


2.9  Aspek Positif Terhadap Konflik
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat mengerakkan suatu perubahan :
a. Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggungjawab mereka
b. Memberikan saluran baru untuk komunikasi
c. Menumbuhkan semangat baru pada staf
d. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi
e. Menghasikan distribusi sumber tenaga kerja yang lebih merata dalam organisassi Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada peenurunan efektivitas kerja dalam organissasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

1. Konflik dalam :
• Perggantian pimpinan yang lebih berwibawa,penuh ide baru dan semangat baru.
• Perubahan tujuan organisasi yang lebih mencerminkan nilai-nilai yang disesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi.
• Pelembagaan konflik itu sendiri artinya konflik disalurkan tidak merusak susunan atau struktur organisasi.
2. Konflik dengan organisasi lain mungkin dapat :
• Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
• Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi
• Lebih menyadarkan para anggota terhadap strategi serta taktik lawan.
• Sebagai suatu lembaga pengawasan masyarakat.
Bagaimanapun juga, konflik merupakan suatu hal yang memakan pikiran,waktu,tenaga,dan lain-lain untuk menyelesaikannya. Tetapi bila dilihat sekilas sepertinya konflik itu sangat sulit untuk dihindari dan diselesaikan, tetapi dalam hal ini jangan beranggapan bahwa dengan adanya konflik berarti organisasi tersebut telah gagal. Karena betapapun sulitnya suatu konflik pasti dapat diselesaikan oleh para anggota dengan melihat persoalan serta mendudukannya pada proporsi yang wajar.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB III
PENUTUP



Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik. Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.

kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Daftar Pustaka



Pengertian Manajemen Konflik 

Manajemen Konflik

Macam-macam Konflik

Penerapan Manajemen Konflik Dalam Organisasi

Aspek Positif Konflik

Segi Positif Dari Konflik

Rabu, 07 November 2012

Organisasi Lini

BAB I
PENDAHULUAN


Organisasi adalah suatu hal yang tidak asing lagi bagi masyarakat luas, sebab hampir di setiap lapisan masyarakat memiliki organisasi untuk menjalankan suatu tujuan yang ingin dicapai. Setiap orang memiliki dasar untuk memimpin yang juga merupakan bagian dari organisasi, paling tidak setiap masing-masing orang memimpin dirinya sendiri dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dewasa ini juga organisasi semakin berkembang, karena organisasi sangat di perlukan pada organisasi, dan juga tata kerja dalam pembagian tugas baik secara individual ,maupun social (bersama-sama). Maka dari itu penting bagi kita, mempunyai pengetahuan tentang organisasi, manajemen, maupun tata kerja. Agar dapat mengembangkan potensi diri sebaik mungkin, terutama dalam keorganisasian.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB II
PEMBAHASAN


1. Pengertian Organisasi

 Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok-kelompok, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih, atau organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama, organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.

Menurut Prof Dr. Sondang P. Siagian, mendefinisikan “organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut dengan bawahan.” Dan menurut Chester L Bernard (1938) mengatakan bahwa “Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih ( Define organization as a system of cooperative of two or more persons) yang sama-sama memiliki visi dan misi yang sama.”

2. Manajemen dan Organisasi

Manajemen dan organisasi sangat berubungan erat, manajemen merupakan atau berarti sebagai kepemimpinan, sedangkan dalam organisasi juga terdapat kepemimpinan. Dengan demikian untuk menyusun organisasi yang baik dan dapat mencapai tujuan di perlukan manajemen yang baik juga.

3. Manajemen dan Tata Kerja

 Pada dasarnya Manajemen tidak dapat dipandang sebagai proses teknik secara ketat (peranan,prosedur,dan prinsip).namun keterampilan dalam mengatur segala aspek dalam organisasi sangat diperlukan dalam mengatur tatakerja sesuai suatu tujuan,jika tujuan ingin tercapai dengan semaksimal mungkin.

4. Tipe atau Bentuk Organisasi

Dalam perkembangan untuk saat ini pada pokoknya ada 6 bentuk organisasi yang perlu diperhatikan. Bentuk organisasi tersebut adalah :

A. Organisasi Lini
 Diciptakan oleh Henry Fayol, Organisasi lini adalah suatu bentuk organisasi yang menghubungkan langsung secara vertical antara atasan dengan bawahan, sejak dari pimpinan tertinggi sampai dengan jabatan-jabatan yang terendah, antara eselon satu dengan eselon yang lain masing-masing dihubungkan dengan garis wewenang atau komando. Organisasi ini sering disebut dengan organisasi militer. Organisasi Lini hanya tepat dipakai dalam organisasi kecil. Contohnya; Perbengkelan, Kedai Nasi, Warteg, Rukun tetangga.
Memiliki ciri-ciri :
  • Hubungan antara atasan dan bawahan masih bersifat langsung dengan satu garis wewenang.
  • Jumlah karyawan sedikit.
  • Pemilik modal merupakan pemimpin tertinggi.
  • Belum terdapat spesialisasi.
  • Masing-masing kepala unit mempunyai wewenang & tanggung jawab penuh atas segala bidang pekerjaan.
  • Struktur organisasi sederhana dan stabil.
  • Organisasi tipe garis biasanya organisasi kecil.
  • Disiplin mudah dipelihara (dipertahankan).
Keuntungan-keuntungan penggunaan organisasi tipe garis adalah :
  • Ada kesatuan komando yang terjamin dengan baik.
  • Disiplin pegawai tinggi dan mudah dipelihara (dipertahankan).
  • Koordinasi lebih mudah dilaksanakan.
  • Proses pengambilan keputusan dan instruksi-instruksi dapat berjalan cepat.
  • Garis kepemimpinan tegas, tidak simpang siur, karena pimpinan langsung berhubungan dengan bawahannya sehingga semua perintah dapat dimengerti dan dilaksanakan.
  • Rasa solidaritas pegawai biasanya tinggi.
  • Pengendalian mudah dilaksanakan dengan cepat.
  • Tersedianya kesempatan baik untuk latihan bagi pengembangan bakat-bakat pimpinan.
  • Adanya penghematan biaya.
  • Pengawasan berjalan efektif.
Kelemahan-kelemahan organisasi garis :
  • Tujuan dan keinginan pribadi pimpinan seringkali sulit dibedakan dengan tujuan organisasi.
  • Pembebanan yang berat dari pejabat pimpinan , karena dipegang sendiri.
  • Adanya kecenderungan pimpinan bertindak secara otoriter/diktaktor, cenderung bersikap kaku (tidak fleksibel).
  • Kesempatan pegawai untuk berkembang agak terbatas karena sukar untuk mengabil inisiatif sendiri.
  • Organisasi terlalu tergantung kepada satu orang, yaitu pimpinan.
  • Kurang tersedianya saf ahli.
Contoh bagan organisasi lini

 B. Organisasi Lini Dan Staff
Merupakan kombinasi dari organisasi lini, asaz komando dipertahankan tetapi dalam kelancaran tugas pemimpin dibantu oleh para staff, dimana staff berperan memberi masukan, bantuan pikiranm saran-saran, data informasi yang dibutuhkan.

Memiliki ciri-ciri :
  • Hubungan atasan dan bawahan tidak bersifat langsung
  • Pucuk pimpinan hanya satu orang dibantu staff
  • Terdapat 2 kelompok wewenang yaitu lini dan staff
  • Jumlah karyawan banyak
  • Organisasi besar, bersifat komplek
  • Adanya spesialisasi
 Keuntungan penggunaan bentuk organisasi garis dan staf :
  1. Asas kesatuan komando tetap ada. Pimpinan tetap dalam satu tangan.
  2. Adanya tugas yang jelas antara pimpian staf dan pelaksana
  3. Tipe organisasi garis dan staf fleksibel (luwes) karena dapat ditempatkan pada organisasi besar maupun kecil.
  4. Pengembalian keputusan relatif mudah, karena mendapat bantuan/sumbangn pemikiran dari staf.
  5. Koordinasi mudah dilakukan, karena ada pembagian tugas yang jelas.
  6. Disiplin dan moral pegawai biasanya tinggi, karena tugas sesuai dengan spesialisasinya
  7. Bakat pegawai dapat berkembang sesuai dengan spesialisasinya.
  8. Diperoleh manfaat yang besar bagi para ahli
 Kelemahan-kelemahan dari bentuk Organisasi garis dan staf :
  1. Kelompok pelaksana terkadang bingung untuk membedakan perintah dan bantuan nasihat
  2. Solidaritas pegawai kurang, karena adanya pegawai yang tidak saling mengenal
  3. Sering terjadi persaingan tidak sehat, karena masing-masing menganggap tugas yang dilaksanakannyalah yang penting
  4. Pimpinan lini mengabaikan advis staf
  5. Apabila tugas dan tanggung jawab dalam berbagai kerja antara pelajat garis dan staf tidak tegas, maka akan menimbulkan kekacauan dalam menjalankan wewenang
  6. Penggunaan staf ahli bisa menambah pembebanan biaya yang besar
  7. Kemungkinan pimpinan staf melampaui kewenangan stafnya sehingga menimbulkan ketidaksenangan pegawai lini
  8. Kemungkinan akan terdapat perbedaan interpretasi antara orang lini dan staf dalam kebijakan dan tugas-tugas yang diberikan sehingga menimbulkan permasalahan menjadi kompleks
Contoh bagan organisasi lini dan staff
 C. Organisasi Fungsional
Diciptakan oleh Frederick W. Taylor, Organisasi ini disusun berdasarkan sifat dan macam pekerjaan yang harus dilakukan, masalah pembagian kerja merupakan masalah yang menjadi perhatian yang sungguh-sungguh.

Memiliki ciri-ciri :
  • Pembidangan tugas secara tegas dan jelas dapat dibedakan
  • Bawahan akan menerima perintah dari beberapa atasan
  • Pekerjaan lebih banyak bersifat teknis
  • Target-target jelas dan pasti
  • Pengawasan ketat
  • Penempatan jabatan berdasarkan spesialisasi
Keuntungan-keuntungan menggunakan organisasdi fungsional :
  1. Spesialisasi dapat dilakukan secara optimal
  2. Para pegawai bekerja sesuai ketrampilannya masing-masing
  3. Produktivitas dan efisiensi dapat ditingkatkan
  4. Koordinasi menyeluruh bisa dilaksanakan pada eselon atas, sehingga berjalan lancar dan tertib
  5. Solidaritas, loyalitas, dan disiplin karyawan yang menjalankan fungsi yang sama biasanya cukup tinggi.
  6. Pembidangan tugas menjadi jelas
 Kelemahan-kelemahan organisasi fungsional :
  1. Pekerjaan seringkali sangat membosankan
  2. Sulit mengadakan perpindahan karyawan/pegawai dari satu bagian ke bagian lain karena pegawai hanya memperhatikan bidang spesialisasi sendiri saja
  3. Sering ada pegawai yang mementingkan bidangnya sendiri, sehingga koordinasi menyeluruh sulit dan sukar dilakukan
Contoh bagan organisasi fungsional
 D. Organisasi Lini Dan Fungsional
Suatu bentuk organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada perkepala unit dibawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu dan selanjutnya pimpinan tertinggi tadi masih melimpahkan wewenang kepada pejabat fungsional yang melaksanakan bidang pekerjaan operasional dan hasil tugasnya diserahkan kepada kepala unit terdahulu tanpa memandang eselon atau tingkatan.

Memiliki ciri-ciri :
  • Tidak tampak adanya perbedaan tugas-tugas pokok dan tugas-tugas yang bersifat bantuan.
  • Terdapat spesialisasi yang maksimal
  • Tidak ditonjolkan perbedaan tingkatan dalam pemabagian kerja
 Kebaikan organisasi Lini dan fungsional :
  1. Solodaritas tinggi
  2. Disiplin tinggi
  3. Produktifitas tinggi karena spesialisasi dilaksanakan maksimal
  4. Pekerjaan – pekerjaan yang tidak rutin atau teknis tidak dikerjakan
 Sedangkan keburukannya adalah :
  1. Kurang fleksibel dan tour of duty
  2. Pejabat fungsional akan mengalami kebingungan karena dikoordinasikan oleh lebih dari satu orang
  3. Spesiaisasi memberikan kejenuhan
Contoh bagan organisasi lini dan fungsional
 E. Organisai Lini, Fungsional, dan Staff
Organisasi ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari organisasi berbentuk lini dan fungsional.

Memiliki ciri-ciri :
  1. Organisasi besar dan kadang sangat ruwet
  2. Jumlah karyawan banyak.
  3. Mempunyai 3 unsur karyawan pokok :
    • Karyawan dengan tugas pokok (line personal)
    • Karyawan dengan tugas bantuan (staff personal)
    • Karyawan dengan tugas operasional fungsional (functional group)
Contoh bagan organisasi lini, fungsional, dan staff
 F. Organisasi Komite
Suatu organisasi dimana tugas kepemimpinan dan tugas tertentu lainnya dilaksakan secara kolektif.

Organisasi komite terdiri dari :
  1. Executive Committee ( Pimpinan Komite), yaitu para anggotanya mempunyai wewenang lini
  2. Staff Committee, yaitu orang – orang yang hanya mempunyai wewenang staf
 Memiliki ciri-ciri :
  • Adanya dewan dimana anggota bertindak secara kolektif
  • Adanya hak, wewenang dan tanggung jawab sama dari masing-masing anggota dewan.
  • Asas musyawarah sangat ditonjolkan
  • Organisasinya besar & Struktur tidak sederhana
  • Biasannya bergerak dibidang perbankan, asuransi, niaga.
 Kebaikan Organisasi komite :
  1. Pelaksanaan decision making berlangsung baik karena terjadi musyawarah dengan pemegang saham maupun dewan
  2. Kepemimpinan yang bersifat otokratis yang sangat kecil
  3. Dengan adanya tour of duty maka pengembangan karier terjamin
 Sedangkan keburukannya :
  1. Proses decision making sangat lambat
  2. Biaya operasional rutin sangat tinggi
  3. Kalau ada masalah sering kali terjadi penghindaran siapa yang bertanggung jawab
Contoh bagan organisasi komite

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB III
KESIMPULAN


 Dari semua yang saya baca dan yang saya tahu masing-masing Struktur Organisasi mempunyai kelebihan dan kekurangan, namun ada yang memiliki kekurangan yang lebih sedikit dan ada yang lebih banyak, disini saya membahas tentang Organisasi Lini, dari yang kita ketahui Organisasi Lini ini berlimpah wewenang secara vertikal yang berarti segala wewenang dipegang oleh kekuasaan paling atas / Direktur Utama dan mereka yang sepenuhnya mengatur semua bawahannya, jadi orang yang mempunyai kekuasaan dapat bertanggung jawab dan terbuka kepada bawahannya, dan pengambilan keputusan secara tepat, karena sebuah kekuasaan dipegang oleh satu maka mudah dalam mengatur bawahan-bawahannya dan disiplin dalam kerja mudah terkontrol, dan juga saling anggota dapat bersolidaritas tinggi, dalam hal kerugian Organisasi Lini hanya mempunyai satu tujuan, satu wewenang oleh pihak-pihak tertentu dan pemimpin juga dapat berbuat semau-maunya jika pemimpinnya tidak benar dan tidak mempunyai solidaritas terhadap bawahannya dan dari situlah kurangnya pengembangan fikiran dan aktivitas terhadap anggota-anggota lain, jadi pada intinya Organisasi Lini itu hanyalah bergantung dengan Direktur, jika keputusan yang diambil direktur tidak matang maka sebuah instansi atau perusahaan tersebut dapat hancur, maka diperlukanlah Direktur yang benar-benar bisa mengambil wewenang dan keputusan yang baik.

------------------------------------------------------------------------------------------
 
DAFTAR PUSTAKA 



Organisasi